12.5.12

Kewajiban Pendaftaran Orang Asing


Ketentuan Umum
    1. Pendaftaran orang asing adalah kegiatan mengenai pencatatan keberadaan dan kegiatan orang asing di wilayah Indonesia.
    2. Pendaftaran ulang adalah kegiatan pencatatan dalam rangka peremajaan data mengenai keberadaan dan kegiatan orang asing di wilayah Indonesia.
     
  • Kewajiban Pendaftaran Orang Asing
    1. Setiap orang asing pemegang dokumen Imigrasi berupa:
      • Izin Kunjungan yang berada di wilayah Indonesia lebih dari 90 (sembilanpuluh) hari, Izin Tinggal Terbatas; dan Izin Tinggal Tetap.Wajib mendaftarkan diri pada Kantor Imigrasi setempat.
    2. Pendaftaran tersebut dilakukan 1 (satu) kali selama orang asing berada di wilayah Indonesia.
  • Kewajiban Pemegang Dokumen Imigrasi
    1. Kewajiban Pendaftaran Orang Asing pemegang Izin Kunjungan dilakukan paling lambat 14 (empat belas) hari sejak hari ke- 91 (sembilan puluh satu) terhitung sejak tanggal Izin Masuk diberikan.
    2. Pendaftaran Orang Asing pemegang Izin Kunjungan dapat dilakukan bersamaan pada saat yang bersangkutan memperoleh perpanjangan Izin Kunjungan di Kantor Imigrasi.
    3. Pendaftaran Orang Asing pemegang Izin Tinggal Terbatas dan Izin Tinggal Tetap, dilakukan di Kantor Imigrasi pada saat izin tersebut diberikan, kecuali yang mendapat izin keimigrasian karena alih status.
    4. Pendaftaran dilakukan dengan cara mengisi formulir yang telah ditentukan, yang memuat: Nama; Jenis Kelamin; Tempat dan Tanggal Lahir; Pekerjaan; Status Sipil; Status Kewarganegaraan; Agama; Alamat; Nomor dan tanggal berlakunya paspor; Tempat dan tanggal masuk wilayah Indonesia dan masa berlakunya Izin Keimigrasian, dan diwajibkan membubuhkan sidik jarinya, kecuali orang asing yang mendapat Kemudahan Khusus Keimigrasian.
    5. Pencatatan pendaftaran dilakukan dalam buku register sesuai dengan keputusan Direktur Jenderal Imigrasi.
  • Dibebaskan dari kewajiban
    1. Orang asing yang berada di wilayah Indonesia kurang dari 90 (sembilanpuluh) hari.
    2. Orang asing yang menjadi orang tua atau wali dari anak yang belum berumur 14 (empatbelas) hari.
    3. Orang asing dan keluarganya yang berada di wilayah Indonesia dalam rangka melaksanakan tugas diplomatik atau konsuler.
  • Bukti Pendaftaran
    1. Orang Asing yang mendaftarkan diri diberi bukti berupa Buku Pengawasan Orang Asing.
    2. Buku Pengawasan Orang Asing digunakan untuk mencatat segala perubahan keluarga, status sipil, status kewarganegaraan, alamat atau pekerjaan.
    3. Buku Pengawasan Orang Asing juga dapat dipergunakan oleh unsur Kepolisian atau instansi lainnya yang berkaitan dengan kegiatan orang asing untuk mencatat perizinan atau catatan lain sesuai kewenangan masing-masing.
    4. Buku Pengawasan Orang Asing tersebut wajib dikembalikan apabila orang asing yang bersangkutan meninggalkan Indonesia.
  • Contoh Surat Permintaan dan Jaminan:
    Dari Sdr. Eka Alam Sari: https://www.facebook.com/notes/eka-alam-sari/contoh-surat-permintaan-dan-jaminan-buat-wna/10151417406726496
By: Ana Kiwitter
Source: Dirjen Imigrasi

Rangkuman Pasal-pasal terpenting terkait dengan administrasi kependudukan


Paragraf 2
Pencatatan Kelahiran di luar Wilayah Negara KesatuanRepublik Indonesia
Pasal 29

Kelahiran WNI di LN
1. Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib dicatatkan pada instansi yang berwenang dinegara setempat dan dilaporkan kepada Perwakilan Republik Indonesia.

2. Apabila negara setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menyelenggarakan pencatatan kelahiran bagi orang asing,pencatatan dilakukan pada Perwakilan Republik Indonesia setempat

3. Perwakilan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencatat peristiwa kelahiran dalam Register Akta Kelahiran dan menerbitkan Kutipan Akta Kelahiran.

4. Pencatatan Kelahiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaporkan kepada Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak Warga Negara Indonesia yang bersangkutan kembali ke Republik Indonesia.

Paragraf 4
Pencatatan Kelahiran yang Melampaui Batas Waktu
Pasal 32
(1) Pelaporan kelahiran sebagaimana dimaksud dalamPasal 27 ayat (1) yang melampaui batas waktu 60 (enam puluh) hari sampai dengan 1(satu) tahun sejak tanggal kelahiran, pencatatan dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan Kepala Instansi Pelaksana setempat.

(2)Pencatatan kelahiran yang melampaui batas waktu1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat  (1), dilaksanakan berdasarkanpenetapan pengadilan negeri.

(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dantata cara pencatatan kelahiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur
dengan Peraturan Presiden.

Bagian Ketiga
Pencatatan Perkawinan
Paragraf 1
Pencatatan Perkawinan di Wilayah Negara KesatuanRepublik Indonesia
Pasal 34
(1)Perkawinan yang sah berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan wajib dilaporkan oleh Penduduk kepada Instansi Pelaksana di tempat terjadinya perkawinanpaling lambat 60 (enam puluh) hari sejak tanggal perkawinan.
(2)Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Pencatatan Sipil mencatat pada Register Akta Perkawinan dan menerbitkan Kutipan Akta Perkawinan.(3)Kutipan Akta Perkawinan sebagaimana dimaksudpada ayat (2) masing-masing diberikan kepada suami dan istri.
(4)Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dilakukan oleh Penduduk yang beragama Islam kepada KUA Kec.
(5)Data hasil pencatatan atas peristiwa sebagaimanadimaksud pada ayat (4) dan dalam Pasal 8 ayat (2) wajib disampaikan oleh KUA Kec kepada Instansi Pelaksana dalam waktu paling lambat 10 (sepuluh) hari setelah pencatatan. perkawinan dilaksanakan.
(6)Hasil pencatatan data sebagaimana dimaksud padaayat (5) tidak memerlukan penerbitan kutipan akta Pencatatan Sipil.(7)Pada tingkat kecamatan laporan sebagaimanadimaksud pada ayat (1) dilakukan pada UPTD Instansi Pelaksana.
Pasal 35
Pencatatan perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 berlaku pula bagi:
a.perkawinan yang ditetapkan oleh Pengadilan; danb.perkawinan Warga Negara Asing yang dilakukan diIndonesia atas permintaan Warga Negara Asing yang bersangkutan.
Pasal 36
Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan Akta Perkawinan, pencatatanperkawinan dilakukan setelah adanya penetapan pengadilan.

Paragraf 2
Pencatatan Perkawinan di luar Wilayah Negara KesatuanRepublik Indonesia
Pasal 37
(1)Perkawinan Warga Negara Indonesia di War wilayah Negara Kesatuan RepublikIndonesia wajib dicatatkan pada instansi yang berwenang di negara setempat dan dilaporkan pada Perwakilan Republik Indonesia

(2)Apabila negara setempat sebagaimana dimaksudpada ayat (1) tidak menyelenggarakan pencatatan perkawinan bagi Orang Asing,pencatatan dilakukan pada Perwakilan Republik Indonesia setempat.
(3)Perwakilan Republik Indonesia sebagaimanadimaksud pada ayat (2) mencatat peristiwa perkawinan dalam Register Akta Perkawinandan menerbitkan Kutipan Akta Perkawinan.(4)Pencatatan perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaporkan oleh yang bersangkutan kepada Instansi Pelaksana ditempat tinggalnya paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak yang bersangkutan kernbali keIndonesia.
Pasal 38
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata Cara pencatatan perkawinansebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, Pasal 35, Pasal 36, dan Pasal 37 diatur dalamPeraturan Presiden

Bagian Kelima
Pencatatan Perceraian
Paragraf 1
Pencatatan Perceraian di Wilayah Negara KesatuanRepublik Indonesia
Pasal 40
(1)Perceraian wajib dilaporkan oleh yangbersangkutan kepada Instansi Pelaksana paling Iambat 60 (enam puluh) hari sejak putusan pengadilan tentang perceraian yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.(2)Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Pencatatan Sipil mencatat pada Register Akta Perceraian danmenerbitkan Kutipan Akta Perceraian.
Paragraf 2
Pencatatan Perceraian di luar Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia Pasal 41
(1)Perceraian Warga Negara Indonesia di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib  dicatatkan pada instansi yang  berwenang di negara setempat dan dilaporkan pada Perwakilan Republik Indonesia.
(2)Apabila negara setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menyelenggarakan pencatatan perceraian bagi Orang Asing,pencatatan dilakukan pada Perwakilan Republik Indonesia setempat.
(3)Perwakilan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencatat peristiwa perceraian dalam Register Akta Perceraian dan rnenerbitkan Kutipan Akta Perceraian.(4)Pencatatan perceraian sebagaimana dimaksudpada ayat (1) dan ayat (2) dilaporkan oleh yang bersangkutan kepada InstansiPelaksana di tempat tinggalnya paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak yangbersangkutan kembali ke Republik Indonesia.
Pasal 42
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pencatatan perceraiansebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dan Pasal 41 diatur dalam Peraturan Presiden

BAB XI
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 89
(1)Setiap Penduduk dikenai sanksi administratif berupa denda apabila melampaui bataswaktu pelaporan Peristiwa Kependudukan dalam hal:a.pindah datang bagi Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Terbatas atauOrang Asing yang memiliki Izin Tinggal Tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal17 ayat (3);b.pindah datang ke luar negeri bagi Penduduk Warga Negara Indonesiasebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3);c. pindah datang dari luar negeri bagi Penduduk Warga Negara Indonesiasebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1);d. pindah datang dari luar negeri bagi Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Terbatassebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1):e. perubahan status Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Terbatas menjadi OrangAsing yang memiliki Izin Tinggal Tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat(1);f. pindah ke luar negeri bagi Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Terbatas atauOrang Asing yang memiliki Izin Tinggal Tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal22 ayat (1);g. perubahan KK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (2): atauh. perpanjangan KTP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (4).(2)Denda administratif sebagaimana dimaksud padaayat (1) terhadap Penduduk Warga Negara Indonesia paling banyak Rp.1.000.000.00(satu juta rupiah) dan Penduduk Orang Asing paling banyak Rp.2.000.000,00 (dua jutarupiah).(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan Benda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Presiden 

Pasal 90
(1) Setiap Penduduk dikenai sanksi administratif berupa denda apabila melampaui batas waktu pelaporan Peristiwa Penting dalam hal:
a.kelahiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) atau Pasal 29 ayat (4) atau Pasal 30 ayat (6) atau Pasal 32 ayat (1) atau Pasal 33 ayat (1):
b.perkawinan sebagaimana dimaksud dalamPasal 34 ayat (1) atau Pasal 37 ayat (4):
c. pembatalan perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1);
d. perceraian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) atau Pasal 41 ayat (4);
e. pernbatalan perceraian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1);
f. kematian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) atau Pasal 45 ayat (1);
g.pengangkatan anak sebagaimana dimaksuddalam Pasal 47 ayat (2) atau Pasal 48 ayat (4):
h.pengakuan anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1):i.pengesahan anak sebagaimana dimaksud dalamPasal 50 ayat (1); j.perubahan nama sebagaimana dimaksud dalamPasal 52 ayat (2);k.perubahan status kewarganegaraan di Indonesiasebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1); ataul.Peristiwa Penting lainnya sebagaimanadimaksud dalam Pasal 56 ayat (2).(2)Denda administratif sebagaimana dimaksud padaayat (1) paling banyak Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah).(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan dendaadministratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Presiden.
Pasal 91
(1)Setiap Penduduk sebagaimana dimaksud dalamPasal 63 ayat (5) yang berpergian tidak membawa KTP dikenakan denda administratif paling banyak Rp.50.000,00 (lima puluh ribu rupiah).
(2)Setiap Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Terbatas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (4) yang berpergian tidak membawa Surat Keterangan Tempat Tinggal dikenai denda administratif paling banyakRp.100.000,00 (seratus ribu rupiah),
(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Presiden.
Pasal 92
(1)Dalam hal Pejabat pada Instansi Pelaksanamelakukan tindakan atau sengaja melakukan tindakan yang memperlambat pengurusanDokumen Kependudukan dalam batas waktu yang ditentukan dalam Undang-Undang inidikenakan sanksi berupa Benda paling banyak Rp.10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).(2)Ketentuan lebih lanjut rnengenai denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Presiden.
BAB XII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 93
Setiap Penduduk yang dengan sengaja memalsukan surat dan/atau dokumen kepadaInstansi Pelaksana dalam melaporkan Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Pentingdipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyakRp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Pasal 94
Setiap orang yang tanpa hak dengan sengaja mengubah, menambah, atau mengurangi isielemen data pada Dokumen Kependudukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyakRp.25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah)



CATATAN: Denda tsb denda maksimal yang bisa ditarik, lebih sedikit tentu mungkin saja..kemungkinan tergantung Perda jg dan Perda sifatnya tentu per-daerah.. Tapi yang jelas jangan mau kalau ditarik lebih drpd batas maksimal dalam UU.
Instansi pelaksana adalah catatan sipil. Yang tertulis diatas hanya yang terpenting, jika ingin detail UU-nya bisa lihat sendiri dari sumber data. Detail pelaksanaan menyesuaikan dengan Perpres, Permen dan Perda didaerah kerja masing-masing, yang tentu saja setiap peraturan pelaksanaan fungsinya adalah menerangkan UU sehingga tentu tidak boleh melanggar apa yang tercantum di UU-nya, jadi juklak utamanya tentu ttp UU-nya. Contohnya aja soal sanksi, lebih ringan tentu bisa atau kalau daerahnya kaya dan ngga rakus, dibikin gratis pun bisa, tapi kalau melebihi batas maksimal tentu ngga mungkin.

I. DASAR HUKUM Sistem Administrasi Kependudukan :
  1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 126. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4674).
  2. peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 80, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4736).
  3. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil;
  4. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2009 tentang Penerapan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan secara Nasional;
  5. Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2010 tentang Penerapan Kartu Tanda Penduduk (KTP) berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) secara Nasional;


By: Ana K
Sumber: DEPDAGRI
Link Download UU tentang Administrasi Kependudukan yang terbaru no 23 tahun 2006:

1.1.12

What we should know about Strata title status and some related information about property rights for Foreigner and Indonesian spouse



by: Ana Kiwitter

First of all, actually the term strata title is not a term used in Indonesian legal literature. Strata title is occasionally used in common law jurisdictions, such as Singapore and Australia, which allows joint ownership in addition to other physical manifestations of horizontal and vertical ownership. Regarding terminology, while the terms rumah susun, apartments, flats, and condominiums are used synonymously, the relevant legal language for Indonesia uniquely employs the term rumah susun.
Strata title is not Hak Milik (Freehold) which normally means Freehold of the Building and the land.. Strata title is only a part of freehold, which means that the owner only have a freehold of one or some rooms in the building and and not the land.

#The legal basis for rumah susun regulations are:
-Law No. 16 of 1985 on Rumah Susun, and;
-Government Regulation No. 4 of 1988 on Rumah Susun.

The Definition of rumah susun under the Law is:
"A multi-storey building which was built in such a manner as to be divided into parts that are functionally structured in separate horizontal and vertical directions and the units can each separately be owned and inhabited primarily as a means of shelter, equipped with parts, goods, and lands that must be used together by the people living under the building."

Individual apartment owners possess the following common rights:
1.joint rights over common parts,
2.joint rights over common objects / goods,
3.joint rights over lands
all of which are a unified rights and are inseparable.
Ownership of a Unit of Rumah Susun ("HMSRS") is considered exist the ‘Deed of Separation’ has been registered and the ‘Land Book’ is made. To provide legal certainty surrounding the creation of flats, the government provides a strong evidentiary tool called the HMSRS certificate which is issued by the Land Office in the regency / city.

According to Article 7 of the Law, land used for construction of rumah susun must be:
1.Ownership Rights [equivalent to a ‘freehold’]
2.Rights to Build (HGB): -HGB over HM
                                   -HGB over HPL (the land belongs to the State)
3.Rights to Use over the state’s lands : -HGU/H. Pakai over HM
                                                         -HGU/H. Pakai over HPL (the land belongs to the State)
This rights are what really relevant for mix marriage family without prenuptial Agreement, based on PP no 41 th 1996, because they are not allowed to own a HGB.

4.Rights to Manage (HPL)

# The important thing to note when you are interested in buying an apartment is to examine the rights relating to the unit of rumah susun. Problems can arise if the apartment was built on land that possesses an HGB over a HPL status. Article 38 of the Government Regulation states that if the rumah susun is built on lands that have the status of HPL, the developer must first apply for an HGB over a HPL status. In the event the latter status has not been obtained, then the rumah susun units cannot be sold.

Be careful, The big name / reputation of a bonafide company doesn't always guarantee a fair trade. Some of case happened, that the developer do not tell the customer the real status of the land, and some of them could even work it out with the officer and delete some notes on the certificate that could declare the real status of the land
(read: case of Khoe seng seng vs PT Duta Pertiwi Sinar Mas about ITC Mangga Dua and some other cases, one of the news link is : http://us.detiknews.com/read/2009/06/08/125024/1144050/10/khoe-seng-seng-penegak-hukum-tidak-memberi-keadilan-pada-saya ).
Check thoroughly the contract and certificate, and if necessary do a cross check with BPN. Do not completely let everything what is urgent for your safety being done by a notary which is chosen by the developer. There could be one little notes in the corner of the thick documents which put you in a big risk. Even if you're being told that the Contract form is just a normal contract, still do a proper check your selves. However It's true that every Firms would have a fix form for every customers, but it doesn't close the opportunity to have a special notes for a single case if it's required by customers.
In this case the Apartments will be built based on BOT (Built Operate Transfer) Agreement between the Developer and the Land owner, this agreement is also in definite period.


Foreigner and Their Indonesian Wife (without prenuptial agreement with assets separation) can not obtain HM,it means.. they are not allowed to hold a Strata title over HM or HGB (atas tanah negara or private) either, they could only obtain Strata title over HPL. It means that we only have a right over the building and if every legal transaction considering the Land would need a permission from the Owner of the land (3rd Party). HGB and Hak Pakai could be extended. If the land belongs to developer (Pure HGB), it would be easier, because they could make an agreement that the Ownership of the property may be extended one time without problems (and for WNI can even possibly be exchanged into HM status), problem may occurs if the Land belongs to 3rd Party (HGB over HPL), because if they decline it, than the owner of the buildings will lose their property to them.
The main principal of the property right here is: everything that are found in a piece of land, above or under those land, belongs to the land owner, regardless whose money is used to buy this land or how much money had been spended to build the hause (whether it's a luxurious house on the cheap land or reverse).

The main principal of the property right here is: everything that are found in a piece of land, above or under those land, belongs to the land owner, regardless whose money is used to buy this land or how much money had been
spended to build the hause (whether it's a luxurious house on the cheap land or reverse).

PURCHASING AN APARTMENT OR OFFICE UNDER STRATA TITLE
Ownership of offices and apartments is possible through strata title deeds, but the set of laws and regulations that were enacted in 1996 are still somewhat unclear and ambiguous. Therefore, to our knowledge, no foreigner has actually been able to receive a strata title certificate of ownership to reflect their office or apartment ownership. 

The 1996 regulation (No. 41/1996) states that foreigners who reside in Indonesia, or visit the country regularly for business purposes, can purchase a home, apartment or condominium as long as it isn't a part of a government-subsidized housing development. However, foreigners can only hold land-use deeds, and most developments hold right-to-build deeds. As it stands now, it's not possible for someone to have a land-use deed for a sub-unit of a right-to-build deed. The length of these titles varies as well. Therein lies some of the difficulties and unclear ownership issues.

CONVERTIBLE LEASE AGREEMENT
One way for foreigners in general to go ahead a purchase property despite these legal ambiguities is to sign a Convertible Lease Agreement with the apartment property management office to purchase an apartment. Basically what this agreement entails is that the foreigner may purchase the apartment, but the title is still held in the name of the developer or property management firm. This lease agreement is for a definite period.The Convertible Lease Agreement states that if and when the prevailing laws and regulations permit the Lessee to become legal owner of the apartment/strata title unit, both the Lessor and the Lessee shall be obligated to sign a Deed of Sale and Purchase and the title shall be transferred to the foreign owner.
If you are interested in purchasing an condominium through this type of agreement, investigate the property management company thoroughly. In the current economic downturn many property developers are undergoing serious economic pressures and construction on many properties has been postponed or canceled. Show your contracts to (your own) bonafide lawyer to ensure that all legal
implications are covered thoroughly.
Notes: An agreement with a nominee is often a solution which is used by foreigners, but of course it's risky.
Because it's still an agreement with trust basis even if we have extra agreement in front of notary to secure our investments. Needless to say that according to the law, this person would be the legal owner. It need not to always happen, but if IT HAPPENS... if your nominee break the agreement, in fact.. they could still walk away from the courts without a big effort. Example of those cases are quite many.
#SPECIAL PROVISIONS FOR BATAM#
The rules for property ownership by foreign nationals in Batam fall under Decree No 068/KPTS/KA/III/1999. This regulations states that foreign nationals or companies are permitted to 100% own residential or commercial property in the Barelang area (Batam, Rempang and Galang). The only properties excluded from this decree are low cost and very low cost housing, but includes all other types of building structures.
Links (sources) related to this article: